Komite Pemantau Legislatif Tana Toraja
Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Tana Toraja menilai, penyusunan sejumlah rancangan peraturan daerah (perda) di Kabupaten Tana Toraja tidak prorakyat kecil. Koordinator Kopel Tana Toraja Theofilus Limongan mengatakan, sejumlah raperda yang sudah ditetapkan dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih memberatkan rakyat kecil.
Dampaknya, terjadi gugatan dan perlawanan masyarakat atas penerapan perda-perda tersebut. Dia mencontohkan, Perda Retribusi Jasa Usaha Terminal yang mendapat penolakan ratusan sopir angkutan umum dan pengguna jasa usaha terminal, belum lama ini.Mereka berunjuk rasa karena adanya kenaikan retribusi jasa usaha terminal. Sebelum perda ditetapkan, sopir angkutan umum hanya membayar retribusi masuk terminal Rp6.000 per hari.
Setelah ditetapkan, sopir diwajibkan membayar retribusi Rp2.000 hingga Rp3.000 setiap kali masuk terminal. Raperda lainnya tentang retribusi mineral bukan logam. Beberapa waktu lalu, Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) Tana Toraja mempertanyakan tarif retribusi tambang galian C yang dinaikkan hingga 1.000%. Bahkan, pemberlakuan tarif baru tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat. Dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan harga material tambang galian C naik.
“Adanya gugatan masyarakat terhadap sejumlah perda menunjukkan bahwa perda yang ditetapkan di DPRD membebani masyarakat kecil, khususnya yang berkaitan dengan retribusi,”ungkapnya. Kopel juga mengungkapkan temuan mereka terkait lemahnya penyusunan dan produk raperda. Selama ini pembuatan sejumlah perda, baik yang diajukan kepada eksekutif maupun yang dibahas di legislatif,tidak dimulai dengan pembuatan naskah akademis. Bahkan, materi raperda hanya copy paste dari daerah lain.
Akibatnya, produk perda yang dihasilkan tidak maksimal dan lebih dominan berorientasi menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Begitu juga konsultasi publik yang digelar DPRD dalam proses pembahasan raperda, hanya bersifat formalitas dan memenuhi tuntutan tata tertib. “Selama ini orientasi penetapan perda lebih fokus menggenjot PAD agar mencapai target daripada menguntungkan masyarakat kecil,” ujar Theofilus.